Minggu, 10 Oktober 2010

Seribu Bintang

Seribu Bintang Untuk Bintang

inspired by : bintang-bintangnya Nyaa,,, makasiih nyaaa.. :D


“Kamu buat bintang sebanyak ini buat siapa,Lan?” tanya Vanessa keheranan setelah membuka pintu kamar Bulan. Bulan yang sedang asyik melipat kertas membentuk bintang-bintang kecil hanya tersenyum simpul. Tampak sebuah toples kaca yang hampir penuh terisi bintang-bintang ciptaan Bulan berdiri di meja samping tempat tidur Bulan.

“Ini tuh buat kado ultah Bintang,Van.” kata Bulan sambil memasukkan beberapa bintang buatannya ke dalam toples dan mulai membuat bintang lagi.

Deg. Vanessa yang baru saja duduk tampak begitu terkejut. Matanya memandang nanar pada wajah sahabatnya. Hatinya tak sanggup mengatakan hal ini pada Bulan. Vanessa takut Bulan akan kecewa ketika mendengarnya. Dan yang paling dia takutkan,penyakit lemah jantung Bulan akan kambuh.

“Memangnya kamu mau buat berapa sih,Lan? Ini udah banyak lhoo..” kata Vanessa sambil menimang-nimang toples Bulan. Pandangan matanya tak lepas dari bintang-bintang Bulan.

“Seribu. Tapi baru jadi 898 bintang. Masih kurang 102 bintang lagi. Padahal ulang tahun Bintang kan besok. Kamu mau bantuin nggak,Van?” tanya Bulan.

“Ya udah deh sini aku bantuin.” kata Vanessa lalu mengambil kertas dan mulai ikut membuat bintang. Suasana pun lalu sepi. Bulan dan Vanessa pun lalu larut dalam keheningan masing-masing.

“Katanya kamu mau ngomong sesuatu,Van? Ngomong apa sih?” kata Bulan membuka pembicaraan..

“Ehm,nggak jadi deh,Lan.. Aku lupa. Hehe…” sahut Vanessa cepat. Tampak Vanessa begitu gelisah.

“Maafin aku,Lan. Aku nggak bisa bilang kalo Bintang sekarang udah bukan milik kamu lagi. Dia udah ninggalin kamu,Lan.’ kata Vanessa dalam hati.


*****

Keesokan paginya,Bulan sudah muncul di kelas Vanessa ketika Vanessa datang. Dia duduk di tempat Vanessa sambil memegangi toples bintang-bintangnya yang sudah dibungkus dengan pita warna biru tua,warna kesukaan Bintang.

“Lho,kamu ngapain di sini Lan?” tanya Vanessa terkejut.

“Nunggu Bintang datang,Van. Aku mau ngasih ini ke dia.” kata Bulan sambil menunjukkan bintang-bintangnya.

“Lho Bintang kan datangnya jam 7 tepat,Lan. Lagian ini kan baru jam setengah 7.” kata Vanessa. Bulan terdiam.

“Biarin,Van. Aku mau nunggu Bintang. Udah beberapa hari ini aku nggak ketemu dia. Aku pengen nebus waktu aku yang hilang sama dia sejak aku operasi di Singapura 2 bulan lalu.“ harap Bulan. Tapi sayang,hingga bel masuk berbunyi Bintang tak kunjung datang. Bulan pun segera kembali ke kelasnya karena kelas Bulan terpisah dengan kelas Vanessa yang kebetulan juga satu kelas dengan Bintang,pacar Bulan.

Ketika istirahat tiba,wajah Bulan kembali murung saat kembali kelas Vanessa. Dia tidak menemukan Bintang lagi. Hatinya terus bertanya-tanya. Dimanakah Bintang? Mengapa Bintang sekarang berubah? Mengapa Bintang sekarang selalu berusaha menjauhinya?

*****

“Bintang kenapa sih,Van? Kenapa dia selalu menghindar dariku? Emang dia udah nggak sayang lagi ma aku? “ isak Bulan disela-sela tangisnya. Vanessa hanya bisa terdiam sambil berusaha menenangkan Bulan.

“Udahlah,Lan. Lo nggak usah nangis. Mungkin emang hari ini Bintang sibuk dan nggak bisa ketemu kamu. Sekarang kita pulang aja ya?” ajak Vanessa. Bulan mengangguk. Dia lalu berjalan disamping Vanessa. Toples bintang-bintangnya ia dekap erat.

Ketika melewati lorong sekolah,tiba-tiba Bulan berhenti. Matanya menatap penuh ketidakpercayaan atas apa yang dilihatnya. Bintang sedang berjalan berdua di depannya dengan Marsha,cinta pertama Bintang dengan wajah terlihat bahagia layaknya pacar. Matanya kini mulai menghangat. Air mata pun kini mulai mengalir di sudut matanya.

“Bintang…” ucap Bulan lirik sambil terisak.

Bintang yang mendengar suara itu segera menoleh ke belakang. Dilihatnya Bulan yang berdiri dibelakangnya memandanginya penuh rasa kecewa.

“Bulan…” ucap Bintang. Namun Bulan hanya menatap mata Bintang dengan hampa. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Mulutnya seakan telah terkunci.

Bulan kemudian berlari menabrak Bintang. Bintang pun lalu mengejarnya dan menghalangi Bulan yang pergi..

“Bulan,aku bisa jelasin. Maafin aku,Lan. Tapi aku sangat mencintai Marsha.” kata Bintang sambil menghalangi Bulan.

"Ooo... gitu? Jadi kamu anggap aku apa?" teriak Bulan.

“ Jelasin apa lagi? Aku udah tahu semuanya. Kamu emang pantas kok sama Marsha.” kata Bulan. Bulan pun berhasil menghindari Bintang. Dia kemudian berlari lagi. Hatinya sesak melihat apa yang dilakukan Bintang padanya. Dia tak tahu harus berbuat apa. Rasanya dia hanya ingin berlari sejauh yang dia bisa,menghindari Bintang sejauh mungkin. Kini dia sudah melewati gerbang sekolah. Pandangan mata semua orang pun menoleh padanya. Dia hanya ingin cepat sampai rumah karena kini dadnya terasa sakit. Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Tanpa sadar dia berhenti di tengah jalan sambil memegangi toples bintangnya dan mengerang pelan,menahan sakit yang mulai terasa. Tiba-tiba sebuah mobil melintas dari sisi kanan Bulan dan..

BRAAAK. PRAAANG.!!

Dan selanjutnya hanya terdengar jeritan Bulan dan suara pecahan toples bintang-bintang Bulan yang terjatuh. Bintang-bintang Bulan pun tersebar ke mana-mana. Bintang tertegun melihat Bulan tertabrak mobil. Dia lalu mengangkat Bulan ke tepi jalan. Tapi sayang,Bulan sudah meninggal. Bintang hanya dapat menyesali apa yang telah dilakukannya. Dilihatnya wajah Bulan yang kini telah pucat. Vanessa yang berhasil menyusul Bulan dan Bintang hanya bisa menangis melihat kejadian ini. Yang tersisa kini hanyalah secarik kertas dan sebuah bingkisan berupa hiasan air yang berisi bulan dan bintang yang melayang di dalam air dengan manik-manik yang sangat indah,hadiah yang ingin diberikan Bulan untuk Bintang. Bintang lalu membaca tulisan itu. Sebuah lagu. Lagu yang pernah diciptakan Bintang untuk Bulan.

Bulan,

Untukmu aku kan selalu ada

Temani sepimu dengan hangatnya cintaku

Tak akan kubiarkan sinarmu redup

Selama aku masih hidup di hatimu.


Bintang,

Selamat ulang tahun ya.. aku harap kita selalu bersama selamanya seperti dalam lagu yang kau ciptakan untukku maaf aku kemarin sempat ninggalin kamu.


Bulan. =)


Bintang tertegun. Tubuhnya terasa lemas. Perasaan bersalah yang besar kini telah menghantuinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar