Minggu, 10 Oktober 2010

Untuk Dia

“ Semua masih sama ya kayak dulu.” kata Thalitha sambil memandangi pemandangan taman kota yang tampak begitu hijau. Semilir angin senja kini mulai mempermainkan ujung jilbab Thalitha. Thalitha menarik napas panjang lalu menghembuskannya kembali pelan-pelan. Thalitha tampak sangat menikmati sekali suasana ini.
“ Andai saja Pandu di sini ya,Van.. Andai dia tau kalo aku tuh Thalitha.. Bukan Marsha. “ ujar Thalitha sambil mempermainkan ujung jilbabnya sementara matanya menatap ke arah langit seperti mengharapkan sesuatu. Vanessa yang sejak tadi duduk di samping Thalitha segera menepuk bahunya.
“ Memangnya Pandu udah tau kamu itu siapa? Belum,kan?”
“ Belum,sih.. Tapi aku takut kalau dia tahu dia tambah nggak mau maafin aku. Apalagi sekarang hubunganku ma Pandu semakin deket. Aku nggak mau kalau aku udah nggak ada nanti dia malah semakin benci aku karena aku bohongin dia karena aku ngaku-ngaku jadi Marsha ditambah dia tahu kalo aku Thalitha. “ tutur Thalitha.
“ Udahlah.. Nggak usah mikirin itu. Sekarang yang kamu pikirin kamu fokus sama pengobatan kamu dulu.” ucap Vanessa sambil menepuk bahu Thalitha. Tiba-tiba Thalitha beranjak dari bangku taman.
“ Kamu mau ke mana,Tha?” teriak Vanessa.
“ Ayo ikut!” ajak Thalitha.
“ Ke mana?” teriak Vanessa lagi tapi Thalitha tidak menjawab. Thalitha terus berjalan. Mau tak mau Vanessa harus mengikutinya. Tak lama kemudian Thalitha berhenti di pinggir danau.
“ Mau apa sih,Tha?” tanya Vanessa.
“ Cuma mau duduk di sini.” jawab Thalitha sambil duduk dan bersandar pada tiang lampu di pinggir danau itu.
“ Kenapa harus di sini sih?” gerutu Vanessa
“ Aku suka rumput di pinggir danau ini,Van. Mungkin nanti kalo udah nggak ada aku bakal merindukannya. Dulu waktu aku ma Pandu belum marahan,aku sering banget ke sini trus duduk di tempat ini. Aku kangen,Van. Kapan ya masa-masa itu bisa terulang lagi? ” ucap Thalitha lirih.
“ Kamu nggak boleh ngomong gitu,Tha. Kamu harus yakin kalo kamu masih bisa hidup lebih lama lagi. Kamu nggak boleh nyerah. “ kata Vanessa memberi semangat. Thalitha terdiam.
“ Tapi dokter udah bilang di udah angkat tangan. Kanker otakku tuh udah parah. Stadium 4. Bentar lagi aku akan mati,Van. “ kata Thalitha. Bulir-bulir air mata pun mulai berjatuhan dari sudut mata Thalitha.
“ Udahlah,kamu nggak boleh pesimis gitu. Kamu harus bertahan. Aku yakin kamu bisa kok,Tha.” kata Vanessa.
“ Mungkin untuk waktu dekat ini,Van.. Aku akan bertahan buat Pandu.” kata Thalitha pelan.

*****

“ Marsha.. “ panggil seseorang di belakang. Thalitha yang sedang berjalan ke kelas bersama Vanessa menoleh. Ternyata itu Pandu.
“ Ada apa,Ndu? “ tanya Thalitha sambil tersenyum.
“ Eh,nanti malam kamu ada acara nggak? “ tanya Pandu. Napasnya masih tersengal-sengal karena berlari mengejar Thalitha.
“ Kayaknya sih nggak. Emang ada apa?” tanya Thalitha. Vanessa yang merasakan ada sesuatu yang lain pun menyadarinya.
“ Ehm.. ehm.. aku pergi dulu yaaa… takut ganggu.” kata Vanessa sambil berdehem.
“ Apaan sih kamu,Van..Disini aja lagi “ pinta Thalitha..
“ Udahlah. Aku pergi dulu ya. Titip sahabat gue ya,Ndu…” ledek Vanessa sambil mengedipkan sebelah matanya lalu pergi.
“ Bakal gue jagain kok. Tenang aja.. Sampai besok juga nggak papa…” balas Pandu.
“ Eh,kamu kenapa,Sha? Kok mukamu aneh gitu?” tanya Pandu begitu melihat pipi Thalitha yang bersemu merah. Thalitha yang merasa diperhatikan Pandu menjadi agak salah tingkah.
“ Apa iya sih? Perasaan biasa-biasa aja deh.. “ kilah Thalitha. Pandu hanya tersenyum.
“ Oh ya,kamu tadi mau ngomong apa? “ kata Thalitha mengalihkan pembicaraan.
Tiba-tiba wajah Pandu terlihat kikuk.
“ Uhm.. itu mau ngomong.. eh.. gimana yaa…. “
“ Ngomong aja. Nggak apa-apa kok..”
“ Nanti malam aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Kamu mau nggak?” tanya Pandu sambil menarik napas lega.
“ Boleh deh.”
“ Ntar jam 7 aku jemput kamu,ya?” kata Pandu meminta persetujuan Thalitha.
“ Ok deh. Ya udah aku nyusul Vanessa dulu ya.. “ kata Thalitha.

*****

Sepulang sekolah..
“ Apa? Pandu ngajak lo ngedate?” kata Vanessa setengah berteriak.
“ Bukan ngedate sih,Van.. Dia cuma ngajak pergi. Aku juga nggak tau dia ngajak pergi ke mana. “ tutur Thalitha.
“ Itu mah sama aja,Tha. Intinya dia ngajak lo pergi. Trus lo mau?” selidik Vanessa. Thalitha mengangguk.
“ Aku merasa ada yang nggak beres sama Pandu,Tha. Semoga aja nggak ada apa-apa.” kata Vanessa.

*****


Pukul 18.57 Pandu sudah menjemput Thalitha dan langsung mengajak Thalitha pergi. Sepanjang perjalanan keduanya saling terdiam. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Thalitha tampak kebingungan. Sepertinya dia mengenali sepanjang jalan yang dia lewati. Jalan ini mengarah ke danau di tengah taman kota. Benar saja,Pandu lalu memarkir motornya di pinggir danau itu. Thalitha terdiam. Dia merasakan sesuatu yang ganjil pada diri Pandu. Pandu tampak lain dari biasanya. Dia begitu pendiam,padahal biasanya dia sangat periang dan ramah.
“ Sha,ikut aku yuk..” ajak Pandu.
“ Ke mana Ndu?” tanya Thalitha.
“ Ke pinggir danau itu..” kata Pandu sambil meraih tangan Thalitha dan mengajaknya ke tepi danau. Pandu mengajak Thalitha duduk di tepi danau di atas rumput-rumput yang tertata rapi.
“ Kamu suka tempat ini ya,Ndu? “ kata Thalitha. Rona wajahnya terlihat begitu bahagia. Salah satu harapannya terkabul. Dia bersama Pandu sekarang,di tempat ini,tempat di mana Pandu pernah menyatakan perasaannya pada Thalitha.
“ Iya,aku suka tempat ini. Tempat ini menyimpan banyak kenangan antara aku dan Thalitha. “ kata Pandu.
Thalitha langsung terlihat salah tingkah. Pandu masih mengingatnya. Pandu masih mengingatnya. Andai Pandu tahu bahwa sekarang Thalitha bersamanya.
“ Memangnya Thalitha siapa,Ndu?” tanya Thalitha berpura-pura.
“ Dia cinta pertamaku. Orang yang selalu bisa membuatku bahagia setiap saat. Tapi sayang,dia terlalu sombong. “
“ Trus kamu ninggalin dia?”
“ Nggak. Aku cuma berusaha jauhin dia. Tapi aku nggak bisa. Aku terlalu cinta ma dia. “
Rasanya saat itu juga Thalitha ingin berteriak bahwa dia ingin minta maaf pada Pandu. Dia juga mencintai Pandu. Namun tiba-tiba Pandu memberikan sebuah mawar putih pada Thalitha.
“ Tapi sejak ada kamu,aku bisa lupain dia,Sha. Aku mulai mencintai kamu. Sha,maukah kamu jadi pacarku?” kata Pandu sambil menatap mata Thalitha yang berusaha menahan airmatanya agar tidak jatuh. Pandu masih mencintainya. Pandu masih menyayanginya. Tapi Thalitha tidak rela apabila Pandu harus mencintai Marsha. Marsha hanyalah tipuan untuk Pandu agar Thalitha bisa dekat lagi dengannya dan bisa meminta maaf sebelum Thalitha meninggal. Tidak.. dia tidak bisa menerima cinta Pandu. Marsha tidak pernah ada. Marsha hanyalah bayang-bayangnya.
“ Sha,kenapa kamu diem aja? Kamu mau kan jadi pacarku?” pinta Pandu penuh harap.
“ Aku nggak bisa Ndu. Aku harus pulang sekarang.”
Pandu tampak terkejut dengan ucapan Thalitha.
“ Tapi kenapa,Sha? “
“ Aku nggak mau,Ndu.. “
“ Memangnya ada apa?” kata Pandu sambil mendekati Thalitha. Tangannya memegang kedua tangan Thalitha.
“ Aku nggak mau kamu mencintaiku sebagai Marsha.” tutur Thalitha sambil menepiskan tangan Pandu yang memegang tangannya.
“ Tapi kenapa aku nggak boleh mencintai kamu Sha?”
“ Karena aku bukan Marsha..” isak Thalitha.
“ Apa maksud kamu?”
“ Aku bukan Marsha,Ndu.. Aku Thalitha…” kata Thalitha lalu berlari pergi menjauhi Pandu. Tiba-tiba Thalitha berhenti sambil memegangi pelipisnya. Thalitha mengerang dan terjatuh.
“ Thalitha…” kata Pandu berteriak sambil menyangga tubuh Thalitha yang terkulai lemas. Dan Thalitha pun pingsan.

*****

Ruang ICU terlihat begitu lengang. Pandu dan Vanessa yang menemani Thalitha di ruang tunggu terlihat begitu tegang. Ibu Thalitha hanya bisa terisak di samping ayah Thalitha yang berusaha terlihat tegar.
“ Kenapa kamu nggak bilang aja Van ma gue kalo dia tuh Thalitha. Gue bener-bener nyesel Van setelah tau kalo Thalitha ninggalin gue gara-gara dia nggak mau liat gue terluka ketika dia meninggal.” kata Pandu dengan raut muka menyesal.
“ Thalitha nggak mau,Ndu. Dia pikir lo masih marah ma dia.” ujar Vanessa. Tiba-tiba dokter keluar dari ruang ICU dan mengatakan bahwa Thalitha sudah sadar. Spontan suasana pun berubah gembira.
Ayah dan Ibu Thalitha pun masuk terlebih dahulu diikuti Vanessa. Sedangkan Pandu menunggu diluar. Sebersit perasaan bersalah melingkupi Pandu. Dia belum siap bertemu Thalitha. Ketika Ayah dan Ibu Thalitha keluar,barulah Pandu berani masuk. Bau obat langsung menyeruak masuk ke hidungnya. Tampak Thalitha terbaring lemah di sudut ruangan bersama Vanessa yang masih menungguinya. Thalitha terlihat berkaca-kaca ketika melihat Pandu masuk.
“ Ndu,maafin aku ya. Aku salah udah boongin kamu. “ kata Thalitha terisak. Air mata mulai membanjiri matanya lagi.
“ Udah nggak usah dipikirin. Nggak seharusnya kamu minta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku nggak tau Tha kalo kamu tuh sakit. “ kata Pandu sambil menghapus air mata Thalitha.
“ Kamu yang kuat ya.. aku bakal terus jagain kamu,Tha. “ janji Pandu sambil menatap mata Thalitha. Tatapan yang telah lama dia rindukan. Thalitha hanya mengangguk pelan.
Sebuah kehangatan kini mulai menjalar ke seluruh tubuh Thalitha. Dia merasakan sebuah semangat yang besar mulai mengaliri seluruh rongga dadanya. Dia harus hidup. Dia harus hidup demi Pandu. Demi semua orang yang kini ada disampingnya,yang menyayanginya dengan tulus.
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar