Minggu, 10 Oktober 2010

Untuk Dia

“ Semua masih sama ya kayak dulu.” kata Thalitha sambil memandangi pemandangan taman kota yang tampak begitu hijau. Semilir angin senja kini mulai mempermainkan ujung jilbab Thalitha. Thalitha menarik napas panjang lalu menghembuskannya kembali pelan-pelan. Thalitha tampak sangat menikmati sekali suasana ini.
“ Andai saja Pandu di sini ya,Van.. Andai dia tau kalo aku tuh Thalitha.. Bukan Marsha. “ ujar Thalitha sambil mempermainkan ujung jilbabnya sementara matanya menatap ke arah langit seperti mengharapkan sesuatu. Vanessa yang sejak tadi duduk di samping Thalitha segera menepuk bahunya.
“ Memangnya Pandu udah tau kamu itu siapa? Belum,kan?”
“ Belum,sih.. Tapi aku takut kalau dia tahu dia tambah nggak mau maafin aku. Apalagi sekarang hubunganku ma Pandu semakin deket. Aku nggak mau kalau aku udah nggak ada nanti dia malah semakin benci aku karena aku bohongin dia karena aku ngaku-ngaku jadi Marsha ditambah dia tahu kalo aku Thalitha. “ tutur Thalitha.
“ Udahlah.. Nggak usah mikirin itu. Sekarang yang kamu pikirin kamu fokus sama pengobatan kamu dulu.” ucap Vanessa sambil menepuk bahu Thalitha. Tiba-tiba Thalitha beranjak dari bangku taman.
“ Kamu mau ke mana,Tha?” teriak Vanessa.
“ Ayo ikut!” ajak Thalitha.
“ Ke mana?” teriak Vanessa lagi tapi Thalitha tidak menjawab. Thalitha terus berjalan. Mau tak mau Vanessa harus mengikutinya. Tak lama kemudian Thalitha berhenti di pinggir danau.
“ Mau apa sih,Tha?” tanya Vanessa.
“ Cuma mau duduk di sini.” jawab Thalitha sambil duduk dan bersandar pada tiang lampu di pinggir danau itu.
“ Kenapa harus di sini sih?” gerutu Vanessa
“ Aku suka rumput di pinggir danau ini,Van. Mungkin nanti kalo udah nggak ada aku bakal merindukannya. Dulu waktu aku ma Pandu belum marahan,aku sering banget ke sini trus duduk di tempat ini. Aku kangen,Van. Kapan ya masa-masa itu bisa terulang lagi? ” ucap Thalitha lirih.
“ Kamu nggak boleh ngomong gitu,Tha. Kamu harus yakin kalo kamu masih bisa hidup lebih lama lagi. Kamu nggak boleh nyerah. “ kata Vanessa memberi semangat. Thalitha terdiam.
“ Tapi dokter udah bilang di udah angkat tangan. Kanker otakku tuh udah parah. Stadium 4. Bentar lagi aku akan mati,Van. “ kata Thalitha. Bulir-bulir air mata pun mulai berjatuhan dari sudut mata Thalitha.
“ Udahlah,kamu nggak boleh pesimis gitu. Kamu harus bertahan. Aku yakin kamu bisa kok,Tha.” kata Vanessa.
“ Mungkin untuk waktu dekat ini,Van.. Aku akan bertahan buat Pandu.” kata Thalitha pelan.

*****

“ Marsha.. “ panggil seseorang di belakang. Thalitha yang sedang berjalan ke kelas bersama Vanessa menoleh. Ternyata itu Pandu.
“ Ada apa,Ndu? “ tanya Thalitha sambil tersenyum.
“ Eh,nanti malam kamu ada acara nggak? “ tanya Pandu. Napasnya masih tersengal-sengal karena berlari mengejar Thalitha.
“ Kayaknya sih nggak. Emang ada apa?” tanya Thalitha. Vanessa yang merasakan ada sesuatu yang lain pun menyadarinya.
“ Ehm.. ehm.. aku pergi dulu yaaa… takut ganggu.” kata Vanessa sambil berdehem.
“ Apaan sih kamu,Van..Disini aja lagi “ pinta Thalitha..
“ Udahlah. Aku pergi dulu ya. Titip sahabat gue ya,Ndu…” ledek Vanessa sambil mengedipkan sebelah matanya lalu pergi.
“ Bakal gue jagain kok. Tenang aja.. Sampai besok juga nggak papa…” balas Pandu.
“ Eh,kamu kenapa,Sha? Kok mukamu aneh gitu?” tanya Pandu begitu melihat pipi Thalitha yang bersemu merah. Thalitha yang merasa diperhatikan Pandu menjadi agak salah tingkah.
“ Apa iya sih? Perasaan biasa-biasa aja deh.. “ kilah Thalitha. Pandu hanya tersenyum.
“ Oh ya,kamu tadi mau ngomong apa? “ kata Thalitha mengalihkan pembicaraan.
Tiba-tiba wajah Pandu terlihat kikuk.
“ Uhm.. itu mau ngomong.. eh.. gimana yaa…. “
“ Ngomong aja. Nggak apa-apa kok..”
“ Nanti malam aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Kamu mau nggak?” tanya Pandu sambil menarik napas lega.
“ Boleh deh.”
“ Ntar jam 7 aku jemput kamu,ya?” kata Pandu meminta persetujuan Thalitha.
“ Ok deh. Ya udah aku nyusul Vanessa dulu ya.. “ kata Thalitha.

*****

Sepulang sekolah..
“ Apa? Pandu ngajak lo ngedate?” kata Vanessa setengah berteriak.
“ Bukan ngedate sih,Van.. Dia cuma ngajak pergi. Aku juga nggak tau dia ngajak pergi ke mana. “ tutur Thalitha.
“ Itu mah sama aja,Tha. Intinya dia ngajak lo pergi. Trus lo mau?” selidik Vanessa. Thalitha mengangguk.
“ Aku merasa ada yang nggak beres sama Pandu,Tha. Semoga aja nggak ada apa-apa.” kata Vanessa.

*****


Pukul 18.57 Pandu sudah menjemput Thalitha dan langsung mengajak Thalitha pergi. Sepanjang perjalanan keduanya saling terdiam. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Thalitha tampak kebingungan. Sepertinya dia mengenali sepanjang jalan yang dia lewati. Jalan ini mengarah ke danau di tengah taman kota. Benar saja,Pandu lalu memarkir motornya di pinggir danau itu. Thalitha terdiam. Dia merasakan sesuatu yang ganjil pada diri Pandu. Pandu tampak lain dari biasanya. Dia begitu pendiam,padahal biasanya dia sangat periang dan ramah.
“ Sha,ikut aku yuk..” ajak Pandu.
“ Ke mana Ndu?” tanya Thalitha.
“ Ke pinggir danau itu..” kata Pandu sambil meraih tangan Thalitha dan mengajaknya ke tepi danau. Pandu mengajak Thalitha duduk di tepi danau di atas rumput-rumput yang tertata rapi.
“ Kamu suka tempat ini ya,Ndu? “ kata Thalitha. Rona wajahnya terlihat begitu bahagia. Salah satu harapannya terkabul. Dia bersama Pandu sekarang,di tempat ini,tempat di mana Pandu pernah menyatakan perasaannya pada Thalitha.
“ Iya,aku suka tempat ini. Tempat ini menyimpan banyak kenangan antara aku dan Thalitha. “ kata Pandu.
Thalitha langsung terlihat salah tingkah. Pandu masih mengingatnya. Pandu masih mengingatnya. Andai Pandu tahu bahwa sekarang Thalitha bersamanya.
“ Memangnya Thalitha siapa,Ndu?” tanya Thalitha berpura-pura.
“ Dia cinta pertamaku. Orang yang selalu bisa membuatku bahagia setiap saat. Tapi sayang,dia terlalu sombong. “
“ Trus kamu ninggalin dia?”
“ Nggak. Aku cuma berusaha jauhin dia. Tapi aku nggak bisa. Aku terlalu cinta ma dia. “
Rasanya saat itu juga Thalitha ingin berteriak bahwa dia ingin minta maaf pada Pandu. Dia juga mencintai Pandu. Namun tiba-tiba Pandu memberikan sebuah mawar putih pada Thalitha.
“ Tapi sejak ada kamu,aku bisa lupain dia,Sha. Aku mulai mencintai kamu. Sha,maukah kamu jadi pacarku?” kata Pandu sambil menatap mata Thalitha yang berusaha menahan airmatanya agar tidak jatuh. Pandu masih mencintainya. Pandu masih menyayanginya. Tapi Thalitha tidak rela apabila Pandu harus mencintai Marsha. Marsha hanyalah tipuan untuk Pandu agar Thalitha bisa dekat lagi dengannya dan bisa meminta maaf sebelum Thalitha meninggal. Tidak.. dia tidak bisa menerima cinta Pandu. Marsha tidak pernah ada. Marsha hanyalah bayang-bayangnya.
“ Sha,kenapa kamu diem aja? Kamu mau kan jadi pacarku?” pinta Pandu penuh harap.
“ Aku nggak bisa Ndu. Aku harus pulang sekarang.”
Pandu tampak terkejut dengan ucapan Thalitha.
“ Tapi kenapa,Sha? “
“ Aku nggak mau,Ndu.. “
“ Memangnya ada apa?” kata Pandu sambil mendekati Thalitha. Tangannya memegang kedua tangan Thalitha.
“ Aku nggak mau kamu mencintaiku sebagai Marsha.” tutur Thalitha sambil menepiskan tangan Pandu yang memegang tangannya.
“ Tapi kenapa aku nggak boleh mencintai kamu Sha?”
“ Karena aku bukan Marsha..” isak Thalitha.
“ Apa maksud kamu?”
“ Aku bukan Marsha,Ndu.. Aku Thalitha…” kata Thalitha lalu berlari pergi menjauhi Pandu. Tiba-tiba Thalitha berhenti sambil memegangi pelipisnya. Thalitha mengerang dan terjatuh.
“ Thalitha…” kata Pandu berteriak sambil menyangga tubuh Thalitha yang terkulai lemas. Dan Thalitha pun pingsan.

*****

Ruang ICU terlihat begitu lengang. Pandu dan Vanessa yang menemani Thalitha di ruang tunggu terlihat begitu tegang. Ibu Thalitha hanya bisa terisak di samping ayah Thalitha yang berusaha terlihat tegar.
“ Kenapa kamu nggak bilang aja Van ma gue kalo dia tuh Thalitha. Gue bener-bener nyesel Van setelah tau kalo Thalitha ninggalin gue gara-gara dia nggak mau liat gue terluka ketika dia meninggal.” kata Pandu dengan raut muka menyesal.
“ Thalitha nggak mau,Ndu. Dia pikir lo masih marah ma dia.” ujar Vanessa. Tiba-tiba dokter keluar dari ruang ICU dan mengatakan bahwa Thalitha sudah sadar. Spontan suasana pun berubah gembira.
Ayah dan Ibu Thalitha pun masuk terlebih dahulu diikuti Vanessa. Sedangkan Pandu menunggu diluar. Sebersit perasaan bersalah melingkupi Pandu. Dia belum siap bertemu Thalitha. Ketika Ayah dan Ibu Thalitha keluar,barulah Pandu berani masuk. Bau obat langsung menyeruak masuk ke hidungnya. Tampak Thalitha terbaring lemah di sudut ruangan bersama Vanessa yang masih menungguinya. Thalitha terlihat berkaca-kaca ketika melihat Pandu masuk.
“ Ndu,maafin aku ya. Aku salah udah boongin kamu. “ kata Thalitha terisak. Air mata mulai membanjiri matanya lagi.
“ Udah nggak usah dipikirin. Nggak seharusnya kamu minta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku nggak tau Tha kalo kamu tuh sakit. “ kata Pandu sambil menghapus air mata Thalitha.
“ Kamu yang kuat ya.. aku bakal terus jagain kamu,Tha. “ janji Pandu sambil menatap mata Thalitha. Tatapan yang telah lama dia rindukan. Thalitha hanya mengangguk pelan.
Sebuah kehangatan kini mulai menjalar ke seluruh tubuh Thalitha. Dia merasakan sebuah semangat yang besar mulai mengaliri seluruh rongga dadanya. Dia harus hidup. Dia harus hidup demi Pandu. Demi semua orang yang kini ada disampingnya,yang menyayanginya dengan tulus.
*****

Seribu Bintang

Seribu Bintang Untuk Bintang

inspired by : bintang-bintangnya Nyaa,,, makasiih nyaaa.. :D


“Kamu buat bintang sebanyak ini buat siapa,Lan?” tanya Vanessa keheranan setelah membuka pintu kamar Bulan. Bulan yang sedang asyik melipat kertas membentuk bintang-bintang kecil hanya tersenyum simpul. Tampak sebuah toples kaca yang hampir penuh terisi bintang-bintang ciptaan Bulan berdiri di meja samping tempat tidur Bulan.

“Ini tuh buat kado ultah Bintang,Van.” kata Bulan sambil memasukkan beberapa bintang buatannya ke dalam toples dan mulai membuat bintang lagi.

Deg. Vanessa yang baru saja duduk tampak begitu terkejut. Matanya memandang nanar pada wajah sahabatnya. Hatinya tak sanggup mengatakan hal ini pada Bulan. Vanessa takut Bulan akan kecewa ketika mendengarnya. Dan yang paling dia takutkan,penyakit lemah jantung Bulan akan kambuh.

“Memangnya kamu mau buat berapa sih,Lan? Ini udah banyak lhoo..” kata Vanessa sambil menimang-nimang toples Bulan. Pandangan matanya tak lepas dari bintang-bintang Bulan.

“Seribu. Tapi baru jadi 898 bintang. Masih kurang 102 bintang lagi. Padahal ulang tahun Bintang kan besok. Kamu mau bantuin nggak,Van?” tanya Bulan.

“Ya udah deh sini aku bantuin.” kata Vanessa lalu mengambil kertas dan mulai ikut membuat bintang. Suasana pun lalu sepi. Bulan dan Vanessa pun lalu larut dalam keheningan masing-masing.

“Katanya kamu mau ngomong sesuatu,Van? Ngomong apa sih?” kata Bulan membuka pembicaraan..

“Ehm,nggak jadi deh,Lan.. Aku lupa. Hehe…” sahut Vanessa cepat. Tampak Vanessa begitu gelisah.

“Maafin aku,Lan. Aku nggak bisa bilang kalo Bintang sekarang udah bukan milik kamu lagi. Dia udah ninggalin kamu,Lan.’ kata Vanessa dalam hati.


*****

Keesokan paginya,Bulan sudah muncul di kelas Vanessa ketika Vanessa datang. Dia duduk di tempat Vanessa sambil memegangi toples bintang-bintangnya yang sudah dibungkus dengan pita warna biru tua,warna kesukaan Bintang.

“Lho,kamu ngapain di sini Lan?” tanya Vanessa terkejut.

“Nunggu Bintang datang,Van. Aku mau ngasih ini ke dia.” kata Bulan sambil menunjukkan bintang-bintangnya.

“Lho Bintang kan datangnya jam 7 tepat,Lan. Lagian ini kan baru jam setengah 7.” kata Vanessa. Bulan terdiam.

“Biarin,Van. Aku mau nunggu Bintang. Udah beberapa hari ini aku nggak ketemu dia. Aku pengen nebus waktu aku yang hilang sama dia sejak aku operasi di Singapura 2 bulan lalu.“ harap Bulan. Tapi sayang,hingga bel masuk berbunyi Bintang tak kunjung datang. Bulan pun segera kembali ke kelasnya karena kelas Bulan terpisah dengan kelas Vanessa yang kebetulan juga satu kelas dengan Bintang,pacar Bulan.

Ketika istirahat tiba,wajah Bulan kembali murung saat kembali kelas Vanessa. Dia tidak menemukan Bintang lagi. Hatinya terus bertanya-tanya. Dimanakah Bintang? Mengapa Bintang sekarang berubah? Mengapa Bintang sekarang selalu berusaha menjauhinya?

*****

“Bintang kenapa sih,Van? Kenapa dia selalu menghindar dariku? Emang dia udah nggak sayang lagi ma aku? “ isak Bulan disela-sela tangisnya. Vanessa hanya bisa terdiam sambil berusaha menenangkan Bulan.

“Udahlah,Lan. Lo nggak usah nangis. Mungkin emang hari ini Bintang sibuk dan nggak bisa ketemu kamu. Sekarang kita pulang aja ya?” ajak Vanessa. Bulan mengangguk. Dia lalu berjalan disamping Vanessa. Toples bintang-bintangnya ia dekap erat.

Ketika melewati lorong sekolah,tiba-tiba Bulan berhenti. Matanya menatap penuh ketidakpercayaan atas apa yang dilihatnya. Bintang sedang berjalan berdua di depannya dengan Marsha,cinta pertama Bintang dengan wajah terlihat bahagia layaknya pacar. Matanya kini mulai menghangat. Air mata pun kini mulai mengalir di sudut matanya.

“Bintang…” ucap Bulan lirik sambil terisak.

Bintang yang mendengar suara itu segera menoleh ke belakang. Dilihatnya Bulan yang berdiri dibelakangnya memandanginya penuh rasa kecewa.

“Bulan…” ucap Bintang. Namun Bulan hanya menatap mata Bintang dengan hampa. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Mulutnya seakan telah terkunci.

Bulan kemudian berlari menabrak Bintang. Bintang pun lalu mengejarnya dan menghalangi Bulan yang pergi..

“Bulan,aku bisa jelasin. Maafin aku,Lan. Tapi aku sangat mencintai Marsha.” kata Bintang sambil menghalangi Bulan.

"Ooo... gitu? Jadi kamu anggap aku apa?" teriak Bulan.

“ Jelasin apa lagi? Aku udah tahu semuanya. Kamu emang pantas kok sama Marsha.” kata Bulan. Bulan pun berhasil menghindari Bintang. Dia kemudian berlari lagi. Hatinya sesak melihat apa yang dilakukan Bintang padanya. Dia tak tahu harus berbuat apa. Rasanya dia hanya ingin berlari sejauh yang dia bisa,menghindari Bintang sejauh mungkin. Kini dia sudah melewati gerbang sekolah. Pandangan mata semua orang pun menoleh padanya. Dia hanya ingin cepat sampai rumah karena kini dadnya terasa sakit. Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Tanpa sadar dia berhenti di tengah jalan sambil memegangi toples bintangnya dan mengerang pelan,menahan sakit yang mulai terasa. Tiba-tiba sebuah mobil melintas dari sisi kanan Bulan dan..

BRAAAK. PRAAANG.!!

Dan selanjutnya hanya terdengar jeritan Bulan dan suara pecahan toples bintang-bintang Bulan yang terjatuh. Bintang-bintang Bulan pun tersebar ke mana-mana. Bintang tertegun melihat Bulan tertabrak mobil. Dia lalu mengangkat Bulan ke tepi jalan. Tapi sayang,Bulan sudah meninggal. Bintang hanya dapat menyesali apa yang telah dilakukannya. Dilihatnya wajah Bulan yang kini telah pucat. Vanessa yang berhasil menyusul Bulan dan Bintang hanya bisa menangis melihat kejadian ini. Yang tersisa kini hanyalah secarik kertas dan sebuah bingkisan berupa hiasan air yang berisi bulan dan bintang yang melayang di dalam air dengan manik-manik yang sangat indah,hadiah yang ingin diberikan Bulan untuk Bintang. Bintang lalu membaca tulisan itu. Sebuah lagu. Lagu yang pernah diciptakan Bintang untuk Bulan.

Bulan,

Untukmu aku kan selalu ada

Temani sepimu dengan hangatnya cintaku

Tak akan kubiarkan sinarmu redup

Selama aku masih hidup di hatimu.


Bintang,

Selamat ulang tahun ya.. aku harap kita selalu bersama selamanya seperti dalam lagu yang kau ciptakan untukku maaf aku kemarin sempat ninggalin kamu.


Bulan. =)


Bintang tertegun. Tubuhnya terasa lemas. Perasaan bersalah yang besar kini telah menghantuinya.

Something of Think

ketika sebuah masalah datang menghampiriku,rasanya aku ingin berlari. jauh.. ke tempat di mana aku bisa bersembunyi dari kenyataan ini ,aku bisa menangis,dan aku bisa merenungi setiap waktu yang telah kulalui,dan aku ingin sendiri menghadapi ini. Tanpa siapapun.

dan kini aku telah berlari. terombang ambing dalam emosi yang terus berkecamuk menghantui setiap hela
nafasku dan biarkan kaki ini terus berlari tanpa tujuan.

malam semakin beranjak menuju kepekatan bersama gelap. aku semakin larut dalam kebingunganku.
aku mulai menatap bintang. berharap menemukan sebuah petunjuk yang bisa mengeluarkanku dari
masalah ini. tapi bintang hanya tersenyum kepadaku.
aku masih terus terdiam. aku masih terus menerus menyalahkan diriku atas masalah yang terus bermunculan.aku harus bagaimana? apa yang harus kulakukan?

dan akupun mulai bertanya kepada hati,dan hati pun juga tersenyum dan berkata.
"buat aku menjadi lebih baik lagi,dan aku akan terus buat hari-harimu indah tanpa kau sadari dan semua
masalahmu akan dapat kau lalui dengan mudah."

teman,sahabat,dan saudara..

teman,sahabat,dan saudara..

ketika mendengar kata itu pikiran kita akan langsung dipenuhi oleh bayang-bayang seseorang yang selalu hadir di dalam hidup kita. menemani kita dalam setiap langkah kehidupan yang tak pernah pasti. mereka selalu ada untuk kita. merekalah tempat kita berbagi. merekalah tempat kita bernaung ketika kita sedang dalam kesulitan. dan untuk kitalah mereka diciptakan.

aku tak pernah tau rasanya hidup tanpa teman. bagaikan selembar kertas yang tidak pernah terjamah oleh tinta-tinta kehidupan. tetap bersih,namun akan melapuk seiring waktu yang terus melaju di atas hidup..aku akan tersingkir,kesepian,dan selalu sendiri,,

teman,sahabat,atau saudara?
mereka berbeda, sahabat lebih dari sekedar teman dan saudara lebih dari sekedar sahabat.
Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah. dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita. ingatlah kapan terakhir kali kita berada dalam kesulitan. siapa yang berada di samping kita??. siapa yang mengasihi kita saat anda merasa tidak dicintai?? proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

"Dan jika berkata, berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan? Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi. Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.Karena kau menghampirinya saat hati lapa dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.Dan bilamana ia diam,hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya; karena tanpa ungkapan kata, dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita; Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan. Karena kasih yang masih menyisakan pamrih, di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.
Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya,
untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan."

terimakasih teman,sahabat,dan saudaraku,.
untuk tawa yang kalian buat untukku di saat aku sedih. senyum yang kalian tunjukkan ketika aku menangis,
dan kata-kata kalian yang selalu menguatkanku ketika aku terjatuh,dan terpuruk. kalian begitu berharga
bagiku. I love u all. <3
Arshinta Kurniawan :)