Selasa, 10 Desember 2013

Entah


Senja di kabut putih
Menyeruak pelan, merambat di sela bayang
Ada rasa yang mengganjal
Hening, saling merutuki waktu yang terlalu patuh pada sang takdir
Ah, diamlah
Aku hanya ingin tenang
Berdamai dengan masa lalu
Menikmati kehidupan baru
Memulai setiap langkahku dengan hati yang nyaman
Tanpa takut tersakiti
Apakah salah?
Sungguh aku tidak mau menyakiti lagi
Maukah engkau pergi?
Aku mohon.


Yogyakarta, 10 Desember 2013
21:39 WIB

Minggu, 01 Desember 2013

Taman Kasih Sayang


          Solo merupakan sebuah kota kecil yang memiliki keanekaragaman budaya yang sangat tinggi. Meskipun sedikit kalah pamor dengan Yogyakarta dalam hal pariwisata, Solo tetap memiliki keistimewaan tersendiri. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku masyarakatnya yang masih konsisten menjaga warisan budaya yang ada seperti keraton, tradisi, bahkan kulinernya. 

             Banyak orang menganggap pariwisata di Solo hanya terbatas pada keraton, batik, dan kulinernya saja. Padahal apabila ditelisik lebih jauh, anda akan menemukan banyak tempat menarik yang tidak anda ketahui sebelumnya, seperti Taman Balekambang. Popularitas Taman Balekambang memang tidak terlalu besar di kancah pariwisata kota Solo. Akan tetapi, daya tarik yang ditawarkan saya pikir tidak kalah menarik dengan destinasi wisata lain di kota Solo. 

          Taman Balekambang merupakan sebuah taman kota yang berada di daerah Manahan. Tidak terlalu sulit menjangkau taman ini, hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 – 15 menit dari jalan utama kota Solo yaitu Jalan Slamet Riyadi. Taman ini dibangun pada tahun 26 Oktober 1921 oleh KGPAA Mangkunegara VII untuk kedua putrinya, GRAy Partini Husein Djayadiningrat dan GRAy Partinah Sukanta sebagai wujud kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Pada awalnya, taman ini dinamai Partini Tuin dan Partinah Bosch yang berarti Taman Air Partini dan Hutan Kota Partinah yang memang difungsikan untuk tempat bermain kedua putri tersebut dan keluarga kerajaan yang lain. Selain itu, kedua taman ini juga berfungsi sebagai resapan air dan paru-paru kota. Lambat laun, ketika KGPAA Mangkunegara VIII berkuasa, taman ini akhirnya dibuka untuk umum dan status kepemilikannya berubah dari kepemilikan keraton menjadi milik pemerintah daerah. Akan tetapi rupanya hal ini tidak berlangsung seperti yang diharapkan. Pada kurun waktu 1970, Taman Balekambang berubah menjadi area prostitusi terselubung. Hal ini ditandai dengan munculnya rumah-rumah semi permanen yang digunakan sebagai tempat pijat “plus-plus”. Baru pada tahun 2007 saat kepemimpinan Joko Widodo, diadakanlah revitalisasi fungsi Taman Balekambang sebagaimana mestinya. 

          Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi taman Balekambang. Uniknya, untuk memasuki taman ini, tidak dikenakan tiket masuk sama sekali dan hanya perlu membayar tiket parkir sebesar Rp 2.000,- untuk motor dan Rp 3.000,- untuk mobil. Akan tetapi, anak berseragam sekolah dilarang memasuki taman ini kecuali dengan izin tertentu. Alasannya dikhawatirkan area taman ini menjadi tempat membolos dan berbuat tidak baik baik pada jam sekolah maupun di luar jam sekolah. 

          Ketika memasuki gerbang untuk pertama kali, saya dibuat kagum oleh tata letak taman ini. Di sisi kanan saya terdapat sebuah amphiteater outdoor. Menurut info yang saya dapat, tempat ini merupakan tempat favorit ketiga setelah Taman Budaya Surakarta dan Benteng Vastenburg yang mana menjadi tempat pagelaran acara-acara kesenian di kota Solo. Sementara itu, ketika memasuki lahan parkir saya melihat sebuah pendopo dinas yang menjadi tempat pameran berbagai macam benda kesenian, mulai dari lukisan hingga patung terdapat di pendopo ini. 

           Setelah memasuki area taman, saya sedikit tercengang melihat beberapa binatang berkeliaran bebas seperti rusa, kalkun, dan angsa yang berenang di kolam yang ada. Bagi saya pribadi, ini adalah sebuah pemandangan langka dimana binatang tidak dikurung di dalam kolam tetapi dibiarkan bebas bermain di area taman. Dan uniknya binatang-binatang ini sangat jinak. Anda dapat memberi makan binatang-binatang ini tanpa takut diamuk. Hal ini terlihat ketika saya mencoba memberi makan rusa dan berfoto dengannya dalam jarak dekat. Akan tetapi, sayangnya saya belum berkesempatan untuk menjelajahi Partini Tuin karena keterbatasan waktu. 



          Berbicara tentang kesan, Taman Balekambang banyak menginspirasi saya akan pentingnya arti keseimbangan dalam kehidupan. Hal ini dapat kita lihat dalam hal alasan dibangunnya yang memadukan unsur kasih sayang tetapi juga manfaat untuk ke depannya sehingga terkesan tidak sia-sia. Itulah sekelumit cerita saya tentang Taman Balekambang, Surakarta. Tempat dimana kedamaian dapat dirasakan, tempat yang menjadi saksi dimana kasih sayang diabadikan.